RIKARD BAGUN, adalah salah satu dari sejumlah putra/i asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengukir karya sebagai wartawan di media massa nasional.
Pandangannya tentang profesi wartawan dan bagaimana sikap khalayak terhadap profesi wartawan, layak untuk disimak. Wartawan Pos Kupang di Jakarta, OMDSMY Novemy Leo mewawancarai Rikard Bagun, Pemimpin Redaksi Kompas, di Jakarta, Jumat (4/2/2011).
Apa yang mendorong Anda mengambil profesi menjadi wartawan?
Tidak ada dorongan khusus. Juga tidak ada dorongan dari luar. Saya menjadi wartawan semata-mata karena datang peluang dan tentu saja ada tes masuk.
Apa kesulitan terbesar saat merintis karir di bidang pers?
Setiap memasuki lingkungan baru, tidak terkecuali dunia jurnalistik, tentu saja perlu proses adaptasi. Proses adaptasi saya rasakan lebih sebagai tantangan ketimbang kesulitan karena peran para senior yang sangat membantu dan mendukung. Para senior saya, sering membagi pengalaman, pengetahuan, sistem nilai, etos kerja dan etika profesi.
Apa perbedaan pers masa lalu dan pers masa kini?
Pers masa lalu lebih berfokus pada idealisme perjuangan. Namun saat ini, sesuai dengan perkembangan zaman, maka pers masa kini tidak hanya menekankan idealisme, tetapi juga aspek industrinya. Setiap zaman memiliki peluang dan tantangan masing-masing, tapi tugas dan tanggung jawab pers tidak berubah, bahwa pers merupakan salah satu pilar demokrasi.
Pilar demokrasi, maksudnya?
Media adalah medium untuk menampung suara rakyat, aspirasi rakyat. Pers menjadi instrumen untuk mengartikulasikan aspirasi dan keinginan rakyat. Menyuarakan aspirasi rakyat, termasuk menyuarakan aspirasi pemerintah dan juga lembaga sosial lainnya. Semua aspirasi itu harus disuarakan secara seimbang.
Apa tantangan pers saat ini?
Salah satu tantangan tentu saja adalah kompetisi. Bagi media cetak, tantangan tidak hanya datang dari kalangan sesama media cetak, tetapi juga dari media elektronik seperti radio dan televisi. Tantangan menjadi berlipat-lipat karena hadirnya 3 M (multimedia, multichannel, multiplatform) dan jejaring sosial media seperti SMS, BB, tweeter dan facebook. Tantangan dan kompetisi itu sulit dihadapi kalau tidak memiliki sumber daya manusia yang tangguh. Kompetisi sesungguhnya menyangkut SDM. Tidak kalah pentingnya manajemen yang baik dan efektif. Media sebagai produk perlu memperhatikan secara saksama kebutuhan dan kepentingan pembaca yang terus berubah. Bukan hanya kualitas isi yang perlu diperhatikan, tetapi juga pesona tampilan dan kemasan yang menyangkut aspek visual seperti foto, tata letak dan grafis.
Apa kekurangan pers saat ini?
Tidak ada kekurangan spesifik yang dapat dikemukakan. Namun mulai diwacanakan tentang kemungkinan pers menghadapi proses pendangkalan akibat tekanan waktu.
Laporan atau berita dinilai lebih bersifat di permukaan karena wartawan berkejaran dengan waktu yang memang tidak hanya lari tunggang langgang, tempus fugit, tetapi bahkan terbang, time flies. Laporan disampaikan pada saat itu juga, real time. Serba cepat, bahkan hari esok sudah menjadi hari ini, tomorrow is today. Kedalaman diabaikan demi tuntutan kecepatan. Padahal kedalaman dan kecepatan sama pentingnya.
Masih independenkah pers di Indonesia sekarang ini?
Sebagian sudah independen atau sekurang-kurangnya berjuang untuk independen, tetapi sebagian lagi belum. Tidak gampang menjadi independen karena tarikan kepentingan yang besifat politik dan ekonomi atau kedua-duanya. Namun pembaca akan segera tahu pers yang independen dan yang tidak.
Bagaimana pers yang ideal?
Selalu berusaha mengikuti perkembangan. Terus memperbesar kemampuan, memperkuat keterampilan, Menjaga integritas dan kredibilitas.
Menurut Anda, apakah UU Pers sudah menjamin kebebasan pers?
Sebaiknya tidak usah cepat terpukau pada ayat-ayat undang-undang. Dalam kenyataannya, banyak undang- undang, termasuk untuk pers, hanya baik pada level rumusan, tetapi tidak pada level praktik. Kebebasan pers yang dirumuskan pada undang-undang tidak sepenuhnya dapat diwujudkan karena budaya menghargai kritik, yang menjadi salah satu fungsi pers, belum tumbuh di kalangan pejabat pemerintah dan masyarakat. Rumusan dalam undang-undang itu bagus namun dalam perilaku sehari-hari, belum tentu memihak pers.
Maksudnya?
Dalam kehidupan sehari-hari kenyataannya masih banyak wartawan dan pekerja media yang mendapat perlakuan buruk saat menjalankan tugasnya. Kita masih melihat, banyak pekerja media yang disomasi, diproses hukum, ditahan, dikejar-kejar, dianiaya, bahkan dibunuh.
Tapi wartawan itu kan juga seperti warga negara lainnya, yang tidak tidak kebal hukum?
Benar, wartawan tidak kebal hukum. Wartawan bisa diproses hukum jika melakukan tindak pidana. Namun yang terpenting penindakan terhadap wartawan harus dilakukan sesuai aturan main, sesuai proses hukum yang berlaku, melalui jalurnya, secara fair dan adil. Banyak -kasus media yang diproses tidak sesuai aturan main. Aparat penegak hukum mulai dari polisi, jaksa dan hakim hendaknya bisa bekerja lebih professional dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan pekerja media.
Bagaimana Peranan Dewan Pers selama ini?
Peranan Dewan Pers selama ini ada yang menilai sudah optimal dan ada yang belum optimal. Mereka belum memperlihatkan fungsi dan peranan mereka secara optimal.
Peran pemerintah untuk kemajuan pers?
Pemerintah cukup menjadi regulator yang menjamin kebebasan pers. Kontrol dan pendekatan represif terhadap pers perlu dijauhkan. Bagaimana pun perlu disadari bersama, termasuk pemerintah, pers merupakan salah satu pilar demokrasi, yang memiliki fungsi strategis untuk memberikan informasi, hiburan, edukasi dan kontrol sosial. Pemerintah harus benar-benar menjadi regulator yang menjamin kebebasan pers. Peran positif itu harus diperlihatkan.
Kesejahteraan wartawan di daerah masih menjadi persoalan. Bagaimana jalan keluarnya?
Perlu diakui, persoalan kesejahteraan wartawan termasuk salah satu masalah pelik. Sekalipun menjadi wartawan merupakan panggilan hidup, tetapi pemenuhan kebutuhan hidup untuk diri dan keluarga juga merupakan keniscayaan. Tugas kewartawanan sebagai profesi perlu dihargai, lebih-lebih di era media menjadi industri saat ini. Maka perlu panduan bahkan regulasi yang jelas bagi pengusaha pers untuk memberikan jaminan kesejahteraan bagi pekerja media.
Apa yang harus dibuat agar pers di daerah berkembang?
Perhatian utama tetap pada sumber daya manusia, yang memiliki kompetensi, keterampilan dan memegang teguh etika profesi. Seiring dengan itu perlu diperhatikan kekuatan pasar lokal agar secara bisnis memberikan keuntungan pula. Perlu dikemukakan, menerbitkan koran itu gampang, tetapi menjualnya tidak selalu mudah.
Banyak putra/i NTT menjadi wartawan, termasuk Anda.
Ya, memang cukup banyak orang Flores yang menjadi wartawan. Namun tidak ada atau belum ada yang menjadi pemilik media yang punya pengaruh luas secara nasional. Mudah-mudahan akan muncul pengusaha media dari Flores atau dari tempat lain di NTT.
Soal kemampuan wartawan asal Flores dan NTT secara keseluruhan, termasuk membanggakan. Namun perlu diingatkan, kemampuan wartawan NTT perlu diasah terus menerus karena kompetisi di bidang profesi kewartawanan dan komunikasi sangat keras, lebih-lebih di era komunikasi sekarang ini. *
Fokus dan Konsentrasi
PRIA bernama lengkap Rikard Bangun ini tidak memiliki motto dalam hidupnya. Dia juga selalu bingung kalau ditanya tentang prinsip dalam hidupnya. Karena ia selalu percaya pada perubahan dan selalu bisa mengikuti perubahan itu. Namun yang menjadi andalannya adalah tidak berhenti belajar dan selalu berusaha fokus serta berkonsentrasi setiap menjalankan tugas yang diembannya. Hal inilah yang mengantarnya bisa memangku jabatan sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred) Kompas, surat kabar berpengaruh di Indonesia.
Lelaki yang memulai karirnya di Kompas, di bagian pemberitaan internasional tahun 1981 itu, berpesan kepada para penulis dan wartawan muda di daerah NTT agar belajar untuk fokus dan konsentrasi.
"Pekerjaan kewartawaan setiap kali menuntut fokus dan konsentrasi. Tanpa fokus, tidak mungkin tercapai optimalisasi. Ingat, lahan kegiatan semakin luas dengan hadirnya triple M (multimedia, multichannel, multiplatform). Hal itu adalah suatu tantangan bagi wartawan dan harus bisa dihadapi," pesan Rikard.
Pengalaman paling menegangkan dalam tugas kewartawanannya dari suami dari Festina Lehot adalah saat kunjungan ke Afganistan tahun 1989 silam. Dia harus menunggu sekitar satu bulan di New Delhi hingga situasi aman di Bandara Kabul, Afganistan. Tiga hari berturut-turut naik pesawat dan menunggu berjam-jam di Bandara New Delhi sebelum bisa terbang ke Kabul. "Ketika berada di pos militer, jauh di luar Kota Kabul, tiba-tiba datang serangan roket gerilyawan Mujahiddin. Terpaksa lari tunggang langgang dan bergegas pulang," kata mantan editor rubrik Opini Kompas ini.
Dia juga harus menandatangani pernyataan tidak boleh menuntut Pemerintah Afganistan jika terjadi apa-apa dalam penerbangan dengan helikopter tempur ke wilayah konflik dekat perbatasan Uni Soviet, waktu itu. Untuk bahan bakar helikopter, setiap wartawan membayar 50 dollar AS. Juga pernah ke pusat kartel kokain di Medellin dan Cali, Kolombia. (novemy leo)
___________________________________________________________
Bio File:
Nama : Rikard Bagun
TTL : Flores, 3 April 1956
Istri : Festina Lehot (istri)
Anak : Marilda Maria Bagun
Ranika Teresa Bagun
Pendidikan : * SMP dan SMA di Seminari Pius XII Kisol, Flores.
* Sekolah Tinggi Filsafat Dryarkara Jakarta (BA).
* Universitas Indonesia (S1 Filsafat)
* IDEAS Fellowship, Executive Program, Sloan School of Management,
Massachusetts Institute of Technology (Amerika Serikat).
Penghargaan : Pena Emas PWI
Sumber: http://kupang.tribunnews.com/
mau tanya apa ada yang tau bagaimana menghubungi Bpk Richard Bagun?
BalasHapusTerima kasih :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapusmas/mbk bagaimana menghubungi bpk Rikard Bagun ?saya membutuhkan untuk proses penelitian saya.terimakasih
BalasHapus