Jumat, 16 September 2011

ANTON, SANG PENAKLUK


“Untuk meraih sukses, orang tak (harus) memiliki gelar, ijazah dan cara tutur bahasa Indonesia yang baik. Anton, sahabat saya ini membuktikannya”

KEHIDUPANNYA kini berangsur berubah. Padahal dulu ia tak memiliki pekerjaan pasti untuk hidupi istri dan tiga anaknya. Kadang ia menjadi tukang bantu mekanik perbaiki mobil, menjual beras, menjadi calo jual beli hewan. Hasilnya jelas tak banyak, bahkan hanya untuk bisa bertahan hidup satu hari. “Yang penting saya dapat uang hari ini, bisa beli makan, besok baru saya pikirkan lagi”. Kalimat ini yang selalu saya dengar darinya.

Sosoknya luar biasa, ayah hebat. Ia pernah lama merantau menjadi TKI di Malaysia. Ketika di Malaysia pernah bekerja sebagai buruh bersih kolam ikan. Pernah ia bercerita, dulu saya seringkali dituduh mencuri ikan di kolam, padahal saya tidak pernah melakukannya. Ini sengaja di lakukan boss biar gaji saya tak terbayar, saya lalu dijebloskan ke penjara. Untunglah saya tidak dipukuli, karena aparat sama sekali tak menemukan kesalahan saya. Menurut aparat, saya masuk penjara karena boss saya sudah banyak keluarkan biaya untuk mereka

Ketika di Malaysia ia berkenalan dengan seorang perempuan Adonara yang kemudian dipersunting menjadi Istrinya. Kehidupan keras sebagai TKI menjadikannya linglung, ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan kini bersama Istrinya dan tiga orang anaknya tinggal di Kota Larantuka. Anton nama lelaki itu, lahir di Paga, Kabupaten Sikka, sebuah kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ende di Pulau Flores NTT.  

GUBUK DI HUTAN KELAPA
Gubuknya terletak di tengah hutan kelapa milik pemerintah yang rentan untuk tersingkir. Di gubuknya, jika malam menjelang sungguh terasa gelap, suasana yang begitu menyeramkan, tak ada listrik, hanya diterangi nyala lampu gas. Saat pertama kali berjumpa, saya tak pernah mengira jika Pemuda itu kelak waktu akan menjadi calon entrepreneur hebat, paling tidak ketika saya tersadar dengan seluruh perubahan hidupnya sekarang.  

Saya tak mengira karena yang saya tahu, yang ada dalam dirinya hanyalah kemauan baiknya untuk berubah, ia tak memiliki pengetahuan dan keahlian spesifik. Dia hanyalah pemuda tamatan sekolah dasar, yang ketika berbicarapun, bahasa Indonesia belepotan.

Tibalah suatu ketika, datang seorang sahabat lama ke Kota Larantuka. Natalia (Natalia Andhisty,red), nama ibu muda itu, ia akan mengadakan Seminar bertajuk HIV/AIDS dan pelatihan Fasilitator untuk member IGCO, kini Phizym sebuah produk kesehatan berbasis susu kolostrum yang amat bermanfaat bagi kesehatan.

Anton lalu berkenalan dengan Natalia. Perkenalan yang biasa, tak terbayangkan sedikitpun dalam benak saya untuk mengajaknya turut bersama Natalia, berbisnis. Bagi saya, berbisnis Phyzim membutukan kecakapan bertutur.

Natalia, saya ajak bertamu ke gubuk Anton sekedar rekreasi sembari membaginya pengalaman baru. Saya bilang, “kamu pasti kaget jika nanti tiba di rumah Anton, rumah tersebut sangatlah tidak layak dan jauh dari syarat-syarat kesehatan yang baik”. Natalia mengangguk setuju. Natalia barangkali juga seperti saya, sungguh terkejut dengan kondisi gubuk Anton yang berdinding baliho bekas, situasinya menjadi lebih dramatis karena suasananya menjelang malam. Gubuknya memang sangat tak layak namun cara Anton dan Istrinya menjamu kami sungguh luar biasa. Saat itu saya sampai harus mengatakan, “Surga ternyata ada di gubuk Anton”.    

Ketika seminar dan pelatihan tiba, saya seperti melupakan Anton. Tak terjejak dalam ingatan saya bahwa Anton penting untuk diajak. Hingga tiba suatu ketika, Anton bertanya polos mengenai produk susu yang kerap saya dan Natalia bicangkan itu. Anton rupanya tertarik, ia ingin membantu sanak kerabatnya yang sakit.  Di sini kisah ini berawal. 

MENITI TANGGA SUKSES
Alhasil, Anton rupanya berbakat, dalam waktu tak sampai satu pekan seluruh produk yang dibawanya laku terjual, permintaan meningkat karena banyak yang terbantu dengan produk itu.  Lambat laun, kehidupan Anton berubah persis ketika saya telah pergi meninggalkan Kota Larantuka. Saya terkejut, ketika Sebastianus sahabat saya menelpon dan bercerita tentang Anton yang sukses.
Saya terharu sekali mendengar kabar ini dan tersadar bahwa untuk sukses memang tak memerlukan gelar, ijazah dan cara tutur bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sukses (ternyata) hanya ditentukan oleh kemauan untuk berubah, ketulusan berusaha dan mau bertanya sana sini jika mendapati diri penuh kekurangan. Anton membuktikan hal ini, kini Anton telah menjadi Manager dengan sekian banyak member dibawahnya. Ia bahkan telah memiliki Mobile Stockies, sebuah jasa usaha distribusi produk Susu di Kota Larantuka. Ia telah menjadi anggota Koperasi dan kini mulai mengembangkan sayap usahanya ke Kabupaten Ende. (Faris Valeryan Wangge)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar